Batasi Ruang Gerak Pelaku Kekerasan dengan “NO RECRUIT LIST”

Batasi Ruang Gerak Pelaku Kekerasan dengan “NO RECRUIT LIST”

Seberapa sering kita merasa frustasi ketika mendapat pelecehan di kantor tetapi tidak berani melapor? Seberapa sering kita merasa tidak nyaman dengan candaan-candaan seksis di kantor tapi merasa bingung karena tampaknya hanya kita sendiri yang tidak nyaman? Atau seberapa sering kita lihat di media sosial, korban-korban perkosaan harus jadi Kembali jadi korban karena dirundung oleh netizen?

Kita semua mengetahui betapa beratnya perjuangan korban kekerasan menemukan keadilan. Bukan sekali dua kali, korban kekerasan yang melapor justru diserang balik dan dipenjarakan dengan pasal-pasal karet atau harus mengalami tekanan psikis karena penghakiman dari masyarakat dan media. 

Relasi kuasa yang begitu timpang membuat korban akhirnya hanya bisa diam dan tidak berkutik, menghadapi pelaku yang seringkali adalah rekan kerjanya sendiri. Mau keluar dari perusahaan khawatir sulit mendapat kerja lagi, mau lapor khawatir mendapat tekanan balik dari pelaku, sudah lapor pun selalu tidak digubris oleh pihak Human Resource Development (HRD). Pelaku dengan manisnya tetap bisa lenggang kangkung melakukan tindak kekerasan lagi, lagi dan lagi, dimanapun mereka berada, kemanapun mereka pergi.

Di tengah semua ketidakberdayaan itu, Poppy Dihardjo memberikan setitik harapan bagi para korban. Kak Pop, begitu sapaan akrabnya, memanfaatkan reputasi baik dan jaringan kerja yang sudah dibangunnya selama lebih dari 20 tahun bekerja, untuk membuka No Recruit List.

APA ITU “NO RECRUIT LIST”?

No Recruit List adalah suatu formulir yang bisa diisi oleh korban kekerasan untuk mengadukan pelaku. Pengaduan ini kemudian akan diolah dan ditindaklanjuti dengan menghubungi perusahaan atau komunitas atau instansi tempat pelaku bernaung, agar manajemen instansi tersebut menjadi aware tentang adanya pengaduan tindak kekerasan yang dilakukan oleh salah satu anggota maupun pegawainya.

Terkesan sederhana dan tidak memberi efek jera ya? Seringkali kita, sebagai pihak ketiga justru sudah begitu geram dengan kejahatan pelaku sehingga tidak sabar menuntut pelaku segera dilaporkan ke pihak berwajib, diadili dan dihukum seberat-beratnya. Tetapi kita lupa dengan keadaan korban. Tidak semua korban ingin melaporkan pelaku ke polisi, kenapa? Silakan Kembali ke paragraf awal tadi. Pelaporan ke polisi seringkali bukan membuat kasus selesai tetapi justru bikin hidup korban tambah runyam.

Maka melalui No Recruit List (NRL) inilah, Kak Pop bersedia membantu. Persetujuan korban adalah yang utama! Bila korban hanya sekedar ingin bercerita, Kak Pop akan mendengarkan/ membaca kisahnya. Bila korban ingin agar pelaku diawasi oleh instansi tersebut, Kak Pop akan berusaha menghubungi instansi terkait. Bila ternyata ada lebih dari 1 korban yang melaporkan orang yang sama, Kak Pop akan menawarkan pendampingan bantuan hukum.

BATASI RUANG GERAK PELAKU KEKERASAN 

Tujuan NRL adalah membatasi ruang gerak pelaku. NRL tidak dimaksudkan untuk menyerang instansi manapun atau mematikan rezeki pelaku. Untuk semua pelaku yang insaf dan tidak mengulangi perbuatannya lagi, mereka tetap berhak diberi kesempatan untuk memperbaiki diri. Tetapi Kak Pop berharap, dengan semakin besarnya NRL, akan semakin banyak pelaku atau calon pelaku yang berpikir seribu kali untuk melakukan tindak kekerasan.

Cita-cita NRL suatu hari nanti akan menjadi aplikasi di mana semua perusahaan bisa memeriksa nama pegawai atau calon pegawai apakah mereka mempunyai riwayat tindak kekerasan atau tidak. Tentu tidak ada perusahaan yang berminat merekrut orang dengan catatan tindak kekerasan, bukan? Juga bila pelaku sudah terlanjur bekerja/ bergabung di sana, setidaknya instansi bisa lebih berhati-hati dalam mengawasi gerak-gerik pelaku dan korban akan lebih diperhatikan aduannya di HRD. 

EDUKASI KEPADA PERUSAHAAN MAUPUN KOMUNITAS

NRL juga berniat untuk memberi edukasi ke perusahaan maupun komunitas mengenai isu ini agar tercipta lingkungan kerja yang bersih dari kekerasan seksual apapun, termasuk candaan seksis yang seringkali dianggap sepele dan diabaikan.

Saat ini, NRL dikelola oleh sebuah tim beranggotakan 7 orang aktivis perempuan. Sebagian besar aduan yang masuk adalah kekerasan seksual, mulai dari intimidasi seksual sampai perkosaan. Mayoritas aduan berasal dari Jabodetabek, Bandung dan Jogja. Sudah ada beberapa perusahaan yang dihubungi oleh NRL, termasuk perusahaan BUMN dan semuanya sudah memberikan respon positif, yaitu dengan melakukan review terhadap terlapor dengan melakukan psikotes ulang dan meminta review dari rekan-rekan kerja terlapor khususnya yang lawan jenis. 

Perkembangan mungkin terasa lambat, proses pengolahan data dan follow up untuk setiap kasus memang harus hati-hati dan butuh waktu. Tetapi sudah ada titik terang dan dengan strategi yang cerdik, NRL diharapkan bisa diakses oleh semua orang di Indonesia dan semakin banyak pelaku kekerasan yang bisa lebih dibatasi ruang geraknya sehingga suatu hari nanti tercipta dunia kerja Indonesia yang bebas dari kekerasan.

Untuk mengadukan kasus kekerasan yang kamu alami, kamu bisa klik di sini. Atau dengarkan penjelasan lebih lanjut tentang No Recruit List di sini.