Dalam sebuah hubungan, distraksi dijital bisa menyebabkan trust issue, situasi rentan konflik (baik konflik batin maupun fisik), relasi yang rentan terhadap isu perkembangan diri as an individual, relasi rentan perselingkuhan, kondisi rentan terhadap pemikiran bunuh diri, dan ancaman bahaya lain terhadap fisik dan psikis.
Waktu saya masih menempuh pendidikan di universitas, ada satu mata kuliah bertajuk “Dimensi Sosial Teknologi” yang pernah membahas kemampuan internet melahirkan jejaring sosial dengan pesat. Tidak hanya satu dua jaringan saja, tetapi bisa mencapai ribuan jejaring. Prediksi Granovetter mengenai analisis social networking ini terbukti dan semakin berkembang dengan multidimensi apabila dianalisis setiap lapisnya. Ibaratnya, pertumbuhan dan penggunaan internet saat ini seperti rerumputan yang mengambil alih tanah kosong. Bedanya, pertumbuhan dalam social network ini lebih cepat, mungkin hitungan menit atau bahkan hitungan detik.
Ketika perkembangan sebuah jejaring sosial kian brutal yang diibaratkan seperti rumput liar tadi, maka saat ini jejaring sosial di internet seperti layaknya rangkaian saraf pada tubuh manusia yang berurai satu dengan yang lain, bercabang-cabang halus di antara satu dengan lainnya. Hal ini pun memiliki teori yang bisa digunakan untuk mengejawantahkannya, salah satunya menggunakan Social Networking Analyze. Namun, kali ini kita tidak akan membahas hal tersebut karena pembahasannya membutuhkan pendalaman isu dan penggalian informasi lebih lanjut. Meski begitu, akibat kebrutalan perkembangan jejaring sosial, munculah istilah-istilah baru dalam setiap kajian yang berkaitan dengan kajian sosial. Salah satu istilah yang kemudian menarik hati dan perhatian saya adalah Digital Distraction.
Mari Mengenal Istilah digital distraction
Istilah digital distraction atau distraksi digital sebenarnya biasa digunakan dalam bidang per-komputer-an atau istilah teknis dalam bidang teknologi. Namun, di beberapa artikel istilah distraksi digital mulai digunakan dalam menganalisis dan/atau membahas analisis salah satunya mengenai jejaring sosial yang lebih humanis dan sosio-humaniora. Lalu, distraksi digital dalam sebuah hubungan secara sederhana berarti adanya gangguan konsentrasi, baik itu secara psikis maupun fisik, yang terjadi dalam sebuah hubungan diakibatkan oleh penggunaan gadget digital, dalam hal ini penggunaan handphone.
Gangguan-gangguan tadi kemungkinan bisa dikembangkan dalam analisis psikologis ketika membicarakan tentang hubungan antarpersonal yang ideal. Namun, dari kacamata sosiologis, isu mengenai distraksi digital ini akan mengakibatkan sesuatu yang fatal ketika perilaku distraksi digital ini tidak segera kita ubah. Beberapa hal fatal yang akan terjadi di antaranya adalah masyarakat yang semakin skeptis, mudah tersulut isu, tidak mau menggali informasi lebih lanjut, tingginya ketidakpedulian, menghamba pada fenomena flexing, tingginya kecanduan aktualisasi dengan popularitas, dan juga kesenjangan sosial yang semakin tinggi karena kontestasi mendapatkan siapa yang lebih apa.
Gangguan Dijital Rentan Menyebabkan Trust Issues
Jika dikerucutkan pada sebuah hubungan, maka distraksi digital ini bisa menyebabkan trust issue, situasi rentan konflik (baik konflik batin maupun fisik), relasi yang rentan terhadap isu perkembangan diri as an individual, relasi rentan perselingkuhan, kondisi rentan terhadap pemikiran bunuh diri, dan ancaman bahaya lain terhadap fisik dan psikis. Mengapa hal-hal ekstrim ini bisa terjadi hanya karena distraksi digital? Penyebabnya adalah orang yang fokus pada penggunaan handphone cenderung asyik dengan dunianya sendiri tanpa mau memerhatikan lingkungan sekitarnya. Dalam sebuah hubungan, tentu distraksi digital menyebabkan seseorang tidak perhatian kepada pasangannya.
Ketika seseorang sudah asyik dengan kegiatannya menggunakan gadget dan interaksi di dalamnya, interaksi di dunia nyata pun akan berkurang. Pasangan yang berada dekat, akan merasa tidak diperhatikan dan tidak diajak berinteraksi. Padahal, manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan lebih banyak interaksi di dunia nyata.
Interaksi dalam sebuah hubungan dapat menggunakan berbagai teknik komunikasi. Salah satu yang belakangan ini happening adalah konsep love language atau bahasa cinta. Bahasa cinta dilakukan agar setiap orang bisa memahami hal yang ingin disampaikan oleh masing-masing pasangannya. Jadi, interaksi bukan hanya yang bersifat berbicara tatap muka saja, tetapi juga dengan bahasa cinta yang lain.
Mengaburkan Pola Komunikasi
Sayangnya, distraksi digital mengaburkan pola komunikasi meski dengan bahasa cinta tadi. Pola-pola distraksi digital inilah yang kemudian membentuk pola komunikasi yang baru. Memang masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut soal ini. Namun, jika diperhatikan pola komunikasi yang terdistraksi akibat benda sebagai media atau sarana justru akan seperti dua sisi mata pisau. Di satu sisi bisa digunakan untuk membedah, tetapi di sisi lain bisa juga untuk menyakiti.
Kecanduan interaksi di internet juga tidak melulu negatif. Ada juga penelitian yang menyebutkan pengguna internet justru meningkatkan cara kerja otak dan menstimulasi otak untuk terus berpikir dan tidak berhenti mencari. Jejaring sosial dan internet memberikan kesempatan bagi manusia untuk tetap terhubung atau inter-konektivitas. Kita bisa setiap waktu terhubung dan berkomunikasi tanpa batas jarak ruang dan waktu. Keterhubungan ini memberikan banyak manfaat bagi setiap individu yang membutuhkan jejaring sosial agar tetap berada dalam situasi terhubung. Informasi yang terjadi di belahan dunia lain bisa diterima dengan cepat ke belahan dunia lainnya. Jaring konektivitas ini yang kemudian dilihat sebagai peluang bagi para penemu komputerisasi digital dan sejenisnya untuk berkompetisi terus agar menjadi yang tercepat dalam mengembangkan prosesor maupun provider telekomunikasi.
Komunikasi yang sehat dalam sebuah hubungan bisa terus dipupuk di dalam keseharian
But again, kehidupan dianugerahi dengan harmoni. Ada bagian terburuk, ada juga bagian terbaiknya. Sebagai manusia, yang dibekali dengan hati, seharusnya distraksi digital ini tidak semakin menjauhkan yang dekat, meskipun mendekatkan yang jauh. Komunikasi yang sehat dalam sebuah hubungan bisa terus dipupuk di dalam keseharian. Kesehatan psikis dan fisik tetap harus dijaga. Seharusnya, manusia bisa lebih bijak dalam menggunakan benda digital dan berinteraksi di dalamnya.
Memainkan handphone dan kegiatan scroll media sosial, bukan semata untuk me time. Kita bisa mengubah distraksi digital menjadi dekonstruksi digital yang berarti memanfaatkan penggunaan alat digital untuk kepentingan bersama agar tercipta komunikasi dan interaksi yang sehat dalam sebuah hubungan interpersonal. Membangun sebuah hubungan tidak semudah menaikkan followers di media sosial. Sama halnya dengan jejaring sosial, hubungan dua manusia bisa saling bertautan seperti susunan sistem saraf yang ada pada tubuh manusia. Itu sebabnya diperlukan sikap bijak untuk mencapai situasi harmonis tersebut.