Saya merupakan atlet Indonesia. Profesi tersebut telah saya tekuni sejak saya masih berumur 9 tahun. Sejak saat itu, saya meneruskan karir saya hingga pada tahun 2017 saya mengikut SEA GAMES Kuala Lumpur 2017 di cabang olahraga Short track speed skating. Di saat itu, saya yang masih berusia 17 tahun memiliki kehidupan yang cukup sama seperti remaja SMA lainya. Saya bersekolah di sekolah yang pada umumnya, muridnya adalah murid biasa yang bukan merupakan seorang atlet.
Memang tidak banyak saya mempunyai waktu untuk menghabiskan masa SMA saya bersama teman-teman saya. Namun, di saat itu saya sedang menjalin hubungan percintaan dengan teman seangkatan saya. Usia saya dan pacar saya saat itu masih sangat tergolong muda, 17 tahun. Saya telah menjalin hubungan tersebut kurang lebih satu tahun dari tahun 2016 dimana saat itu saya sedang mempersiapkan untuk SEA GAMES di tahun 2017.
Awalnya Pacar Saya Mendukung Passion Saya
Pada saat tahun pertama, hubungan saya berjalan dengan mulus. Pacar saya mendukung dan selalu menemani saya. Saya tidak pernah merasa terganggu dan merasa terbebani dengan saya menjalankan keseharian saya sebagai seorang atlet dan pelajar. Bahkan saya merasa bahwa saya mempunyai teman yang sangat dekat dan saya bisa bercerita apapun tentang keseharian saya kepadanya.
Sampai pada Agustus 2017, saya mengikuti SEA GAMES dan meraih medali perunggu. Dengan mendapatkan medali, mendorong saya untuk mengikuti kejuaran lainya yang akan datang dikemudian hari. Namun, masalah mulai muncul setelah saya memenangkan pertandingan tersebut.
Lalu, Pacar Mulai Posesif
Saya yang makin sibuk dan ingin meneruskan karir saya, dan lebih mempunyai sedikit waktu untuk dihabiskan untuk hal yang lainya. Bisa dibilang saat itu pacar saya cukup posesif terhadap hal hal yang saya lakukan. Mulai dari pakaian yang saya gunakan, waktu yang saya habiskan untuk latihan, dan orang yang saya temui di luar lingkungan saya. Membuat saya merasa sedikit terganggu dan kehilangan fokus saya.
Hal tersebut membuat saya memiliki dunia yang bisa dibilang sangat dibatasi oleh pacar saya. Membuat saya mempunyai seperti tanggung jawab akan atas apa yang telah dia berikan yaitu waktunya untuk menemani saya, membuat saya menjadi sangat tertutup juga dengan dunia yang sedang saya jalankan. Di usia saya yang saat itu masih 17 tahun membuat saya masih belum bisa mengambil keputusan mana yang baik dan tidak untuk diri saya.
Sampai pada tahun 2018 , saat itu saya adalah mahasiswa baru. Saya mempunyai waktu yang lebih padat dibandingkan dengan saya saat masih SMA. Pacar saya membuat saya memilih untuk berhenti meneruskan karir saya sebagai seorang atlet atau melanjutkan hubungan dengan dia. Di saat itu saya sempat memutuskan untuk berhenti menjadi seorang atlet, karena tekanan yang dia berikan cukup berdampak kepada kesehatan mental saya. Sampai akhirnya , saya memutuskan untuk berhenti menjadi seorang atlet.
Tapi Ingat, Kita Bukanlah Milik Pasangan Kita
Suatu hubungan, harus dibangun dengan hubungan yang sehat. Harus selalu kita ingat sebelum kita memulai suatu hubungan bahwa, pacar kalian bukanlah milik kalian seutuhnya. Masih ada kehidupan yang mereka harus jalani, dan bukan selalu tentang kita. Pasangan yang baik , akan membuat kita menjadi versi terbaik dari diri kita. Bukan mengubah siapa kita sebelumnya , namun menerima.
Banyak orang menganggap bahwa status “pacar” berarti dapat mengubah sifat dan karakter pasangan kita. Orang-orang masih beranggapan bahwa kita dapat merubah pasangan seperti ekspektasi kita, itu yang salah. Mengubah seseorang menjadi seperti apa yang kita harapkan hanya akan menimbulkan sakit hati dan kekecewaan, dan berakhir dengan toxic relationship.
Disaat pasangan kalian sudah membuat kalian memilih dalam hal apapun, disitulah kalian harus berhenti untuk mempertahankan suatu hubungan.