Seorang perempuan penyintas kekerasan seksual memilih menghubungi ruang aman berbasis komunitas daripada keluarganya, lingkaran terdekat dari dirinya. Dia adalah seorang anak perempuan semata wayang di keluarganya. Dia memilih memikirkan dan mengatasi masalahnya sendiri tanpa kehadiran kedua orang tuanya, tapi mengakses Ruang Aman Perempuan Berkisah yang dinilai mampu memahami masalah yang dialaminya. Kini, perempuan penyintas ini mulai pulih dan membangun kehidupan dengan sosok yang baru dia kenal yang dianggapnya dapat menerima dia apa adanya. Lebih dari satu (1) tahun dia melakukan konseling di Ruang Aman dan Support Group Perempuan Berkisah.
Kadang kita sering mempertanyakan, mengapa begitu banyak anak yang memilih menyembunyikan masalah dari orangtuanya. Mereka berjuang sendiri, bertanggungjawab dan mengambil risiko, bahkan ada yang mengorbankan tubuh dan jiwanya, hanya karena merasa tak ada lagi pilihan selain mengorbankan dirinya. Namun, dalam kondisi tertentu, seseorang memang bisa saja merasa tidak ada pilihan selain mengandalkan dirinya sendiri atau bergantung pada sosok yang justru menjadi pelaku atas kekerasan yang dialaminya. Maka menjadi privilese tersendiri ketika para penyintas ini dapat mengakses Ruang Aman berbasis komunitas atau Pengada Layanan terdekat.
Memastikan Korban Mendapatkan Pendampingan Empatik
Meningkatnya pemahaman masyarakat tentang kekerasan dan pelecehan seksual ternyata tidak membuat penanganan kasus-kasus tersebut berjalan mulus. Kurangnya empati dari berbagai pengada layanan dan media kepada para korban kekerasan seksual masih terus terjadi. Itu sebabnya Perempuan Berkisah dengan komitmen sebagai katalisator perubahan terus berupaya menjadi media pembelajaran serta memberikan ruang aman berbasis komunitas kepada para korban dan penyintas kekerasan seksual.
Ruang aman berbasis komunitas menjadi aspek penting dalam proses pemulihan serta advokasi korban kekerasan seksual. Sayangnya, tidak semua ruang aman yang ada saat ini membantu korban untuk mencapai kesadaran kritis-transformatifnya. Padahal, untuk pulih dan sintas korban mestilah berdaya. Keberdayaan ini baru akan tercapai saat kesadaran kritis-transformatif tersebut terbentuk pada diri korban.
Itu sebabnya, Perempuan Berkisah hadir mengisi kekosongan tersebut dengan menghadirkan ruang aman berbasis komunitas dengan etika feminis. Ruang aman beretika feminis bukan hanya berperan meningkatkan kapasitas pendampingan dan advokasi korban, tetapi juga memastikan korban mendapatkan pendampingan yang empatik serta berbasis persetujuan atau informed consent. Lewat proses yang berpihak pada kebutuhan korban inilah diharapkan terbentuk kesadaran kritis-transformatif korban untuk pulih sebagai penyintas.
Kini, Ruang Aman Perempuan Berkisah melakukan konseling daring serta pendampingan di berbagai daerah. Saat ini, Anggota Perempuan Berkisah tersebar di enam (6) wilayah, yakni Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera, dan Indonesia Timur. Setiap wilayah juga telah memiliki tim advokasi dan konselor yang telah mendapatkan pelatihan advokasi korban Kekerasan Berbasis Gender (KBG) dan konseling berbasis etika feminis, Semua ini bertujuan untuk memudahkan akses ruang aman berbasis komunitas dengan etika feminis terutama di daerah yang minim fasilitas dan relawan pendampingan korban KBG.
Dukungan dari Yayasan Sosial Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa)
Dalam melakukan kerja-kerja sosial berbasis volunteerism untuk menguatkan para penyintas kekerasan berbasis gender (KBG), Komunitas Perempuan Berkisah bukan hanya didukung para relawan (volunteer) konselor, psikolog, maupun pendamping korban di beragam daerah, namun juga dari organisasi sosial seperti Yayasan Sosial Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) melalui program Pundi Perempuan. Program ini memberikan dana hibah senilai 20 juta kepada lembaga maupun komunitas, terutama yang memberikan layanan pendampingan korban kekerasan berbasis gender (KBG). Dana Hibah sepenuhnya dimanfaatkan untuk pendampingan dan konseling perempuan dan anak korban/penyintas KBG. Tahun 2022 ini, Komunitas Perempuan Berkisah mendapat kesempatan sebagai salah satu penerima Dana Hibah untuk program selama Februari-Juli 2022. Selama 6 bulan ini, Komunitas Perempuan Berkisah melalui Ruang Aman konseling online telah melakukan pendampingan 112 konseli (korban/penyintas KBG0), jumlah ini kini mencapai 120 konseli per Agustus 2022 sejak tulisan ini dibuat.
Yayasan Sosial Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) didirikan pada tahun 1995 di masa tahun-tahun terakhir rezim otoriter Indonesia yang berkuasa selama 32 tahun. Ketika itu gerakan pro-demokrasi mulai berkembang. Saat IKa didirikan, perannya ditujukan untuk mendukung gerakan pro-demokrasi melalui hibah kecil/mikro dari organisasi donor internasional yang berbasis di Eropa (kebanyakan Belanda dan Belgia). Pendirinya adalah empat aktivis masyarakat sipil yang pada saat itu aktif dalam memajukan hak-hak buruh, hak-hak konsumen, hak asasi manusia dan pengembangan organisasi masyarakat sipil.
Komunitas Perempuan Berkisah adalah komunitas di bawah naungan Yayasan Perempuan Indonesia Tumbuh Berdaya (Pribudaya), sebuah organisasi non-profit berbadan hukum yang menyediakan layanan konseling online berbasis etika feminisme, pendampingan korban kekerasan berbasis gender (KBG) secara langsung, pemberdayaan bagi perempuan (terutama penyintas kekerasan berbasis gender), serta kampanye edukasi publik untuk pencegahan kekerasan berbasis gender (KBG) terutama kekerasan seksual. Yayasan Pribudaya juga merupakan transformasi dari Komunitas Perempuan Berkisah yang telah sah secara hukum menjadi sebuah Yayasan sejak per 10 Mei 2022.