“Sejak menikah, suamiku melarangku bekerja. Kini suami melakukan KDRT dan berselingkuh, dia juga pecandu minum-minuman keras. Aku bingung, mau cerai tapi tidak punya penghasilan. ”
Penyintas Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Ruang Aman Perempuan Berkisah atas dukungan dari #KawanPuan
Penyintas tersebut di atas adalah salah satu penyintas dari 180-an penyintas lainnya yang mendaftarkan dirinya untuk melakukan konseling berbasis etika feminis per Juni-Juli 2021, bersama Konselor dan Psikolog Klinis di Ruang Aman Perempuan Berkisah. Sementara per Mei 2020 sampai Juli 2021, terdapat 318 penyintas yang mengirimkan kisahnya melalui informed consent platform instagram @perempuanberkisah.
Kekerasan berbasis gender di Indonesia masih menjadi persoalan yang terus mengancam perempuan dan kelompok rentan lainnya, baik terjadi di ruang privat maupun publik. Berdasarkan catatan tahunan (CATAHU) Komisioner Nasional Perempuan (Komnas Perempuan) tercatat 431.471 kasus kekerasan terhadap perempuan 2019, naik 6% dari tahun 2018 atau hampir 792 % selama 12 tahun, dari 33 provinsi. Kekerasan seksual di ranah domestik dan komunitas tercatat sebanyak 4.898 (2.807 ranah domestik dan 2.091 ranah komunitas).
Dukungan #KawanPuan di Ruang Aman Sangat Berarti Bagi Penyintas
Menurut Alimah Fauzan, Founder @perempuanberkisah dan @konselorfeminis, pendampingan korban yang dilakukan Komunitas Perempuan Berkisah (PB) juga menemukan fakta bahwa meningkatnya kasus kekerasan seksual disertai minimnya persoalan stigma sosial masyarakat terhadap korban, budaya menyalahkan korban (victim blaming) akibat normalisasi kekerasan seksual, serta perspektif pendamping yang tidak berbasis etika feminis dan mengedepankan empati, serta minimnya tenaga dan sukarelawan dari pengada layanan yang tersedia di setiap daerah.
Komunitas Perempuan Berkisah (PB) adalah media pembelajaran sekaligus ruang aman bagi perempuan maupun transpuan, dengan pendekatan berbasis etika feminis. Ruang aman berbasis komunitas berperan penting dalam pendampingan dan advokasi korban kekerasan. Namun belum semuanya memiliki pendekatan yang mampu mendorong kesadaran kritis-transformatif korban hingga pulih dan berdaya.
“Pendampingan korban yang dilakukan Komunitas Perempuan Berkisah (PB) menemukan fakta bahwa meningkatnya kasus kekerasan seksual disertai persoalan stigma sosial masyarakat terhadap korban, budaya menyalahkan korban (victim blaming), serta kurang tanggapnya pengada layanan yang tersedia di setiap daerah.
Alimah Fauzan, Founder Perempuan Berkisah
Menghadapi berbagai tantangan dalam pendampingan korban kekerasan, Komunitas Perempuan Berkisah mengadakan program “Menciptakan Ruang Aman Berbasis Komunitas bagi Penyintas Kekerasan”. Melalui program ini, Perempuan Berkisah terus berupaya menjadi katalisator perubahan dalam mendorong korban menjadi “survivor” dengan kesadaran kritis-transformatif, berbasis “informed consent” serta empati dalam penanganan dan pendampingan kasus kekerasan yang berpihak kepada korban.
Mendorong Kesadaran Kritis-Transformatif Penyintas Kekerasan
Dengan adanya Ruang Aman Berbasis Etika Feminis, diharapkan terbangun kesadaran kritis transformatif korban yang pulih dan berdaya menjadi penyintas, meningkatkan kapasitas pendampingan dalam penanganan kasus kekerasan dan terbangunnya ruang aman pendampingan kasus kekerasan berbasis critical thinking dan empati dengan perspektif keberpihakan pada korban.
Dukungan gerakan #KawanPuan @kawanpuanid Kitabisa.com sangat berarti dan memudahkan akses penyintas menjangkau Ruang Aman ketika korban sangat mendesak untuk didampingi. Diharapkan dari proses pendampingan mulai dari konseling hingga advokasi, terbangun kesadaran kritis transformatif korban yang pulih dan berdaya menjadi penyintas.
Alimah Fauzan, Founder Perempuan Berkisah
Alimah juga menjelaskan bahwa dukungan #KawanPuan berupa dana untuk proses pemulihan korban hingga pulih dan berdaya menjadi penyintas, saat ini telah dimanfaatkan untuk proses konseling di Ruang Aman Perempuan Berkisah. Berikut adalah informasi tentang Gerakan #KawanPuan kitabisa.com.
Ruang Aman Perempuan Berkisah melakukan konseling bersama para relawan Konselor dan Psikolog Klinis berbasis etika feminis. Selain itu juga melakukan pendampingan yang dilakukan oleh Tim Komunitas Perempuan Berkisah di beragam daerah. Saat ini Anggota Perempuan Berkisah tersebar di enam (6) wilayah, yaitu Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera, dan Indonesia Timur.
“Masing-masing daerah memiliki tim khusus baik untuk divisi kampanye, pemberdayaan dan advokasi. Tim Divisi Advokasi bersama konselor telah mendapatkan penguatan kapasitas berupa pelatihan advokasi bagi korban kekerasan berbasis gender, maupun konseling berbasis etika feminis. Sehingga, ketika ada perempuan korban kekerasan, tim advokasi telah siap mendampingi mereka secara langsung,” jelas Alimah.
Di luar internal anggota Komunitas Perempuan Berkisah (PB), konselor PB juga berkolaborasi dengan lembaga maupun komunitas lain yang terdekat dengan lokasi korban. Termasuk kemunitas maupun gerakan yang selama ini tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (KOMPAKS).
Ingin mendukung gerakan #KawanPuan? Silakan klik gambar berikut ini untuk langsung berdonasi: