Melangkah Pasti, Memulihkan Diri

Melangkah Pasti, Memulihkan Diri

Karena lukamu bisa dimengerti, bukan berarti sikapmu mudah diterima

Nanda Ismael

Luka hati batin memang tidak terlihat mata, tetapi sakitnya nyata bagi yang mengalaminya. Lukanya pun bisa dirasakan oleh orang-orang sekitar. Luka yang tidak terlihat lebih mudah diabaikan dan dilupakan tetapi dampak yang ditimbulkan akan lebih merusak dari luka fisik yang tertangkap mata. Daya rusaknya tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga memengaruhi orang lain dan kualitas kehidupan dalam banyak hal. 

Karena tidak terlihat mata, banyak orang menyepelekan, mengabaikan, atau bahkan menyangkal rasa sakit di hati sambil beranggapan luka tersebut akan sembuh dengan sendirinya. Berusaha melupakan adalah cara paling umum yang akan dan telah dilakukan banyak orang, padahal untuk melupakan kita perlu mengingat kembali.

Lalu, bagaimana bisa sembuh jika berulang kali mengingat hal menyakitkan terus menerus? Jika orang mengatakan waktu akan menyembuhkan rasa sakit, BIG NO …. Waktu hanya membuat kita terbiasa akan rasa sakit yang ada sehingga sakit tidak lagi terasa. Namun, terbiasa completely different with healing, tidak sama dengan sembuh.

Rasa sakit karena luka hati itu sama dengan luka fisik, berdarah, dan perih pada kasus-kasus berat. Luka hati dapat mengakibatkan rusaknya saraf tubuh. Hal tersebut masuk akal karena tubuh kita adalah satu kesatuan.

Ketika ada bagian yang terganggu, sudah pasti akan memengaruhi bagian tubuh lainnya. Karena luka berdarah dan perih, maka butuh untuk diobati dan mengalami proses pemulihan agar penderita bisa kembali menjalani kehidupannya dengan baik, seperti sebelum kejadian yang menimbulkan luka.

Kehidupan memang tidak akan sama lagi, tetapi setidaknya luka hati tersebut sudah tidak membahayakan diri, kualitas hidup, dan memengaruhi hubungan dengan orang lain.

Tiga hal yang menyebabkan diri terluka secara batin

Pertama: Perlakuan buruk orang lain

Contohnya adalah pengabaian, pengkhianatan, perundungan, kekerasan, pelecehan fisik, verbal, maupun bentuk kekerasan lainnya

Kedua: Kesalahan diri sendiri 

Contohnya adalah memperlakukan orang lain dengan buruk, bertindak tanpa berpikir panjang, mendendam, dan perilaku negatif lainnya.

Ketiga, Trauma

Di antaranya disebabkan oleh pertengkaran, kekerasan yang dilakukan oleh atau kepada orang lain, tekanan kehidupan, kegagalan, kejadian buruk yang terekam, kehilangan, dan peristiwa buruk lainnya.

Contoh-contoh di atas dapat dirinci lebih banyak lagi sesuai dengan kondisi mental dan emosional seseorang yang menyimpan luka batin.

Luka fisik pasti menimbulkan bekas meski telah sembuh. Jika sembuhnya belum  sempurna, ada kemungkinan bekasnya samar dan hanya terlihat jika diperhatikan seksama. Meski begitu, luka fisik yang belum sembuh dapat dengan mudah diobati hingga kembali seperti sediakala. Namun, pada luka hati bagaimana kita bisa tahu bahwa lukanya masih berdarah bahkan bernanah hingga merusak banyak hal baik lainnya pada diri yang kemudian tertuang keluar dari perilaku dan keseharian kita?

Manusia hanya bisa memberikan apa yang dia miliki. Teko air adalah analogi yang paling sesuai dengan ini. Teko air hanya mengeluarkan apa yang tersimpan di dalamnya, jika teko menyimpan teh, ketika dituangkan dia hanya mengeluarkan teh. Begitu pula jika kita menyimpan air putih di dalamnya, hanya air putih yang akan keluar jika dituangkan. Pribadi yang mempunyai luka hati dan tersakiti cenderung untuk menyakiti orang lain, entah melalui perbuatan, sikap, dan perkataan.

Nanda Ismael

Ciri-ciri jika seseorang belum pulih sepenuhnya

Hal paling nyata yang terlihat pada pribadi seseorang jika dia belum pulih dari lukanya akan tampak pada perilaku di bawah ini:

Pertama: Pemarah (Tindakan dan/atau ucapan)

Marah adalah hal yang sangat wajar. Namun, jika hal-hal yang bagi banyak orang lain terlihat biasa saja membuat seseorang marah lebih hebat dan/atau berkomentar menyakitkan, tentu hal tersebut bukan sesuatu yang normal. Mereka yang masih terluka akan mudah sekali marah pada hal-hal sederhana yang ada di kehidupannya. Sebetulnya, dia marah pada dirinya karena tidak mampu merespons dengan tepat pada saat hal yang melukai diri terjadi. 

Sayangnya, kemarahan semacam ini mudah kita temukan di kehidupan keseharian baik itu di media sosial maupun kehidupan nyata akhir-akhir ini. Komentar-komentar merendahkan, menghakimi, kata-kata kasar yang berhamburan mudah ditemui di media sosial. Bahkan, kita dapat menemukan remaja dan orang dewasa yang melakukan perundungan, kekerasan seksual, atau pelecehan dengan berbagai cara.

Setelah marah, meminta maaf memang perbuatan baik dan terpuji. Namun, berkali-kali meminta maaf untuk hal sepele malah akan mengganggu hubungan dengan orang-orang dekat yang berada di kehidupan.

Kedua: Mudah Cemas dan Panik

Wajar jika kita mengalami cemas dan panik ketika dihadapkan pada keadaan yang terjadi mendadak, di luar kendali, atau mengalami sesuatu yang menakutkan, contohnya menghadapi bencana alam, ditunjuk atasan untuk presentasi dengan klien potensial, menghadapi hari-hari penting dan besar dalam kehidupan, mengalami masalah kesehatan, atau bahkan melihat kecoa terbang.

Namun, kecemasan bukan lagi hal sederhana ketika kita mudah megnalaminya saat berada di tempat ramai. Padahal, kita sedang bersama dengan orang-orang yang kita kenal. Bisa juga kita mengalami serangan panik ketika kehilangan stapler yang sebetulnya digunakan bersama atau overthinking akan hal yang sebenarnya sudah dipersiapkan dengan baik.

Ketiga: Negatif

Selalu menilai orang lain dan kejadian dalam hidup sebagai sesuatu yang buruk, mengancam, dan merugikan meski belum terjadi. Tidak mampu berpikir baik dan optimis serta takut melakukan sesuatu yang mungkin akan mendatangkan banyak kebaikan dalam hidup. Sikap seperti ini melelahkan.

Karena Lukamu Bisa Dimengerti, Bukan Berarti Sikapmu Bisa Diterima

Banyak cara memulihkan luka hati/batin secara mandiri. Jika penderita covid-19 dapat menjalani isoman (isolasi mandiri), maka yang mengalami luka hati juga bisa melakukan pulman (Pulih Mandiri). Tentu saja tidak semua luka bisa menerapkan pulman. Ini sangat tergantung dari penyebab dan perasaan sakit yang dialami masing-masing orang. Jika memang membutuhkan pertolongan professional, maka segera cari bantuan dari psikolog atau psikiater. Namun, jika dirasa masih mampu untuk menolong diri sendiri sehingga keadaan tidak semakin buruk, segeralah lakukan. 

Berikut ini delapan cara yang dapat dilakukan untuk menjalani proses menyembuhkan diri yang pernah saya terapkan.

  1. Sugesti Positif (Mantra untuk Diri)

Lakukan setiap pagi dan malam saat memulai dan mengakhiri hari sebagai bagian dari doa dan ucapan syukur. 

  1. Jaga jarak dari sumber masalah dan luka hati.

Batasi pertemuan dan komunikasi dengan cara apa pun dan jangan mengorek berulang-ulang rasa sakit yang ada.

  1. Me time—Fokus pada Diri Sendiri

Tidak lagi memikirkan sosok penyebab luka. Habiskan banyak waktu untuk fokus pada diri sendiri seperti pekerjaan, tanggung jawab, dan hal-hal yang ingin dicapai dalam hidup tanpa melibatkan penyebab luka hati. Pusatkan perasaan dan pikiran pada lingkungan saat beraktivitas. Jangan berikan celah hal lain di luar keadaan saat ini menyelinap dan mengambil alih fokus. Kondisi ini dapat disebut sebagai kondisi sadar penuh, hadir utuh, di sini kini, meminjam istilah Adjie Santoputro.

  1. Lembut pada Diri Sendiri

Jangan pernah membandingkan diri dengan orang lain karena setiap kita punya jalan dan waktunya masing-masing. Jalani hidup dan prosesnya karena kita tidak bisa bahkan mungkin tidak ingin memiliki hidup orang lain.

  1. Keluarkan Emosi Negatif

Kalau perlu menangis maka menangislah. Jika butuh bercerita, cari orang yang bisa dipercaya seperti psikolog atau psikiater, orang tua, sahabat, teman, anggota keluarga lainnya, atau siapa pun yang bisa dipercaya. Kalau kamu percaya Tuhan ada dan Kuasa-Nya bekerja dalam hidupmu maka doa adalah bagian dari proses ini.  Intinya adalah cari seseorang yang bisa dipercaya, bukan yang terbiasa bersama. Jika kamu hanya percaya pada dirimu pun silakan.

Mengeluarkan emosi negatif adalah bagian penting dari pemulihan karena membongkar sampai ke akar adalah satu-satunya cara agar luka dapat disembuhkan. Namun, proses ini adalah bagian yang tidak nyaman untuk banyak orang karena harus kembali mengingat proses terjadinya luka dan merasakan kembali sakit yang dialami saat itu. Namun, tidak ada pilihan lain yang lebih baik untuk pulih selain melalui proses ini.

  1. Terhubung dengan Sosok Pendukung

Pada saat proses pemulihan, jangan menutup diri karena perasaan malu atas kejadian yang dialami. Usahakan untuk selalu terhubung dengan orang-orang yang mendukung. Tidak harus bertemu, tetapi berkomunikasilah secara intens. Lakukan ini dengan keluarga, sahabat, atau komunitas.

  1. Merawat diri

Olahraga, meditasi, hair and body spa, nail art, creambath, luluran, menyapu, mengepel, bahkan menyikat kamar mandi. Lakukan apa pun yang setelahnya dapat membuat diri merasa lebih santai dan melepaskan beban.

  1. Maafkan

Maafkan diri karena telah melakukan kebodohan, kesalahan, atau akibat mengizinkan orang lain melakukan hal buruk pada diri. 

Maafkan orang lain atas perlakuannya. Memaafkan bukan berarti kita membenarkan apa yang sudah dilakukannya, tetapi karena memaafkan membuat perasaan dan kesehatan diri menjadi lebih ringan.

Pulihnya diri dari rasa sakit akan membuat kita menjadi pribadi baru yang menikmati setiap proses kehidupan, meningkatkan kualitas diri, dan menyadari tidak semua hal dalam hidup bisa kita kendalikan. Sebaik apa pun kita merencanakan sesuatu, sehati-hati apa pun kita bertindak kadang kala shit happened. Semua bisa disebabkan karena kecerobohan diri sendiri, kelakuan orang lain, atau ya, memang terjadi dengan sendirinya, IT IS AS IT IS.

Secara kodrat, manusia adalah makhluk sosial. Hal ini tidak bisa dibantah dan tidak bisa dipilih karena itu penerimaan diri adalah faktor eksternal yang diajarkan oleh manusia lain sejak kita masih berada dalam kandungan. Penerimaan diri dibentuk oleh empat faktor, yakni pola asuh, lingkungan pergaulan, support system, dan genetik. Tentu saja setiap orang mendapatkan pengalaman yang berbeda-beda terkait dengan hal ini dan di sinilah letak persoalannya. Tidak ada ukuran pasti tentang cara kita mencintai diri sendiri. 

Mencintai sama dengan membenci. Kita tidak akan pernah tahu bagaimana melakukannya jika tidak pernah diajarkan dan diberikan contoh.

Setiap orang punya hak untuk memilih semua hal dalam hidupnya, termasuk menerima dan mencitai diri. Bahkan tidak memilih pun merupakan sebuah pilihan dan menerima atau mencintai diri sendiri adalah bagian dari pilihan hidup dan perjalanan pemulihan diri. 

Perubahan Paling Nyata dan Penting Ketika Kita Memulihkan Diri

Perubahan paling nyata dan penting ketika memulihkan diri sendiri adalah SELF ACCEPTANCE atau SELF LOVE. Ketika kita menerima diri sendiri sebagaimana adanya maka kita akan mengalami hal-hal di bawah ini.

  1. Pulih lebih cepat

Cepat menurut kondisi kita, bukan menurut standar umum atau keinginan orang lain. Banyak dari kita berangkat dari masa kecil amasa remaja dengan trauma mental dan emosional yang begitu hebat. Lalu, bagaimana mungkin kita tidak menganggapnya serius dan memulihkannya dalam waktu yang sebentar? Untuk beberapa dari kita, perjalanan memulihkan diri akan menjadi perjalanan panjang dan melelahkan yang membuat frustrasi. Itu sebabnya, mari kita sepakati ini adalah hal paling mendasar untuk mengatasi. Namun, pahami bahwa kita memerlukan waktu yang berbeda untuk pulih. Jadi, ukuran cepat adalah ukuran bagi diri sendiri. Setiap orang punya cara dan waktu yang berbeda karena setiap kita istimewa. 

  1. Punya Batasan 

Batasan yang dimaksud adalah cara kita memperlakukan orang lain, misalnya menolong, mendampingi, toleransi, dan sebagainya. Batasan juga berarti cara kita mengizinkan orang lain memperlakukan kita, termasukmampu berkata TIDAK dan CUKUP.

  1. Versi Terbaik Diri

Menjadi pribadi yang lebih menyenangkan dan melihat dunia melalui kacamata yang positif, lebih optimis, dan menghargai sekitar. Nikmati setiap keadaan bersyukurlah untuk banyak hal.

  1. Mencintai

Tidak hanya diri sendiri, tetapi berikan juga cinta kepada makhluk hidup lainnya. 

Hal yang paling penting untuk diingat adalah hargai setiap perubahan baik yang terjadi pada diri sendiri karena hanya kita yang paling tahu sejauh apa diri ini sudah mengalami peningkatan dalam melakukan hal-hal baik bagi kehidupan.

Ketika proses pemulihan terjadi dan kita menyadari banyak perubahan baik yang sudah mulai berkembang maka otomatis diri ini dengan mudah dapat beradaptasi dengan banyak hal, yakni:

Diri Sendiri

  1. Kita dapat menerima kesalahan atau kebodohan karena saat itu tidak tahu atau terperdaya omongan orang lain.
  2. Kita tidak bisa mengatur tindakan orang lain terhadap kita, tetapi kita bisa mengontrol diri ketika bereaksi terhadap perbuatan atau ucapan orang kepada kita.
  3. Sebaik apa pun kita merencanakan untuk menjalani hari, hal buruk mungkin terjadi.
  4. Lebih santai menjalani hidup.

Kita akan dapat menerima bahwa:

  1. Orang lain bisa saja tidak tahu bahwa dia sudah menyakiti karena perbuatan atau perkataannya.
  2. Beberapa orang memang tidak meminta maaf sekali pun tahu dirinya salah.
  3. Beberapa orang tidak merasa menyesal.
  4. Beberapa orang tetap mengulangi kesalahannya.

Fokus

Tahu apa yang diinginkan dalam hidup dan fokus pada tujuan agar tidak mudah teralihkan oleh hal-hal lain yang tidak mengarah tujuan hidup.

Positif

Melihat segala sesuatu dari sisi baik. Sekali pun terdapat beberapa kekurangan, selama tidak menganggu diri dan merusak fokus hidup maka tidak perlu ditanggapi dengan serius.

Seberapa berat luka hati yang dialami, selama apa waktu yang dibutuhkan untuk pulih, bagaimana proses yang harus dilewati agar sembuh, dan dengan bantuan siapa proses pemulihan terjadi,  kitalah yang paling menentukan pulihnya luka itu. Kita hanya hidup satu kali, maka sudah seharusnya hidup dijalani dengan kegembiraan yang berasal dari fisik dan mental yang sehat.

Simak pembelajaran Nanda Ismael selengkapnya melalui youtube kami: