“Perjalanan terberat dalam hidup adalah menemukan diri sendiri. Perjalanan terkelam dalam hidup adalah kehilangan diri sendiri. Perjalanan hidup paling membahagiakan dan penuh syukur adalah menemukan kembali diri sendiri.”
Anonim
Disclaimer: Ini adalah catatan pembelajaran dari sesi berbagi mengenai perjalanan pulih dan penerimaan diri. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Komunitas Perempuan Berkisah Wilayah Jabodetabek. Catatan pembelajaran kali ini ditulis oleh Sandra Suryadana dan diedit oleh Erlina Fadhilah.
Salah satu misi dari Perempuan Berkisah adalah menciptakan ruang aman bagi perempuan berbasis etika feminis. Perwujudan dari misi tersebut adalah tersedianya grup pesan instan bagi anggota Perempuan Berkisah. Ruang ini adalah tempat aman bagi kami untuk berbagi, bercerita, dan saling menguatkan satu sama lain.
Salah satu agenda yang dilaksanakan pada grup Whatsapp Perempuan Berkisah Jabodetabek adalah sesi berbagi mengenai perjalan pulih dan penerimaan diri. Diskusi ini dibuka dengan pertanyaan sederhana, “Bagaimana proses kalian menerima diri?”
Namanya proses, tidak mungkin semuanya indah dan senang saja, pasti banyak sedih dan menyakitkannya. Inilah beberapa ungkapan hati dari teman-teman pada diskusi kami. Kami rangkum beberapa hal yang sekiranya dapat menemani dan menjadi pembelajaran bagi siapa pun yang saat ini juga sedang berproses untuk pulih dan mencintai diri sendiri.
Proses Penerimaan Diri
Ungkapan Hati
Di awal proses menerima diri, Aku ingin prosesnya berjalan segera. Rasanya sumpek. Aku ingin cepat bisa merasa damai. Tapi aku malah jadi uring-uringan.
Sebelumnya aku biasa hidup dengan aturan “kata orang” aku harus seperti ini, seperti itu. Jika begini artinya aku salah, jika begitu artinya aku masih keliru. Ini membuatku sulit menerima bahwa orang yang melakukan kesalahan di masa lalu itu adalah diriku. Ya, orang itu adalah aku. Bila teringat, aku kembali bertanya-tanya, “Kok bisa, sih?”
Maka, aku mulai berdialog dengan diri sendiri. Aku tanya diriku, apa maunya dan bagaimana baiknya agar bisa nyaman dengan diri sendiri? Aku tidak memberi izin diriku mendengar penilaian orang lain yang tidak tahu proses dalam hidupku.
Tiap malam aku ngobrol dengan diriku. Aku peluk bantal seolah-olah sedang memeluk diriku. Atau, aku diam saja, tutup mata, rebah, lalu aku bayangkan diriku keluar dari ragaku. Lalu, kita saling ngobrol.
Proses panjang dan traumatis itu justru mengantarkanku ke posisiku saat ini. Aku melihat lagi bahwa apa yang aku lakukan saat ini karena pengalamanku di masa lalu. Semua yang aku alami, perasaan pasang surut, lebam, dan ruam, yang mungkin sampai sekarang belum sepenuhnya pulih adalah proses yang membuatku tegar saat ini.
Setelah berdialog sama diri sendiri, aku baru menyadari bahwa aku tidak seperti yang mereka katakan. Ternyata banyak sekali keluhan diri yang aku abaikan. Padahal, diri sendiri yang susah payah menemani dalam keadaan apa pun. Aku pun mulai bisa berdamai dengan kondisi tidak percaya diri, useless, tidak berharga, yang sebelumnya sering buat aku mudah emosi, malu, dan rendah diri.
Kadang, aku bagikan proses-proses tersebut dalam tulisan. Rasanya luar biasa menyenangkan saat menyadari bahwa aku bisa bertahan melewati itu semua. Bahkan, aku bisa berbagi kepada orang lain tentang pengalaman tidak mengenakkan ini.
Menemukan Diriku
Aku menemukan diriku, merasa nyaman dengan diriku saat tahu dan sadar bahwa hidupku ada manfaatnya untuk orang lain. Aku merasa menemukan renjana—passion-ku. Aku jadi percaya diri dan nyaman jadi diriku karena aku tahu kemampuanku.
Setiap orang punya caranya masing-masing dan itulah yang membuat kita bisa menikmati prosesnya. Ternyata, menikmati proses menerima tanpa buru-buru jauh lebih efektif buatku.
Proses penerimaan diri memang sangat melelahkan. Kadang, aku masih mengikuti kata-kata dari luar. Namun, aku sadari bahwa proses ini dinamis, tidak seperti garis lurus. Akan ada momen yang membuat kita teringat lagi hal-hal yang melukai. Sakitnya pun masih terasa. Namun, diri ini sudah beraksi dengan berbeda.
Yuk, kita mulai belajar menjalani setiap proses dengan ikhlas, dengan cara menyadari bahwa memang demikian jalannya alam semesta, menyerahkan diri kita untuk diubah menjadi pribadi yang lebih baik. Menjalani naik-turunnya proses pulih dan penerimaan, ternyata dapat menjadi suatu nikmat tersendiri.