“Bukan perceraian orang tuaku yang bikin aku ilfeel dengan pernikahan, tapi orang-orang yang beranggapan bahwa menikah adalah satu-satunya happy ending”
Venita Beauty, Penulis Novel “Quatre”
Hai kamu yang masih single, pernah mendapatkan sindiran, cibiran, perintah, atau bahkan ditertawakan hanya karena kamu masih single? Di antara kita para perempuan single biasanya pernah mengalaminya. Perempuan kerap ditanya atau bahkan didesak untuk menikah. Dipertanyakan ketika ia mengesampingkan percintaan dan mendahulukan impian. Itulah yang dirasakan oleh Rosita.
Rosita adalah tokoh utama dalam novel yang ditulis oleh Venita Beauty (Ve) berjudul “Quatre”. Novel ini salah satu novel terbaru di tahun 2021. Rosita hanyalah seorang perempuan yang sangat mencintai hobinya dalam membuat roti dan impiannya dalam mendirikan toko roti sendiri. Ia haus akan dukungan orang lain agar ia dapat mewujudkan cita-cita terbesarnya. Namun, yang ia dapatkan justru cemooh sebagai ‘perawan tua’ dan desakan untuk mencari pasangan hidup.
Mengajak Perempuan untuk Menjadi Manusia yang Merdeka
Nah, tulisan ini adalah sebuah refleksi sederhana saya setelah selesai membaca “Quatre”. Melalui novel Quatre, Ve ingin menyampaikan bahwa setiap perempuan berhak untuk mempunyai mimpi serta mewujudkan mimpi tersebut tanpa merasa takut dan bersalah. Selain itu, Ve juga mengajak pembaca Quatre untuk berani menjadi perempuan yang merdeka dengan memprioritaskan pilihan diri sendiri dibanding tuntutan hidup dari standar masyarakat sekitar.
Jujur saya sangat kagum dengan tokoh Rosita dalam Quatre ini. Ve menggambarkan Rosita sebagai perempuan yang mandiri serta berani menentukan hidupnya sendiri. Rosita teguh pada pilihannya untuk mewujudkan mimpinya sebagai pengusaha dan menolak permintaan ibunya untuk segera menikah. Hal itu dilakukan oleh Rosita karena ia meyakini bahwa setiap perempuan mempunyai hak untuk menentukan jalannya sendiri.
Walaupun dengan pilihan tersebut Rosita kerap kali mendapatkan cibiran serta stigma negatif dari orang tua, keluarga serta masyarakat umum di sekitarnya. Dia dianggap sebagai “perawan tua”, perempuan ambisius, dan perempuan tidak baik karena masih melajang dan memilih untuk tinggal sendiri.
Selain itu, ia juga terus dihantui dengan berbagai pertanyaan, seperti pertanyaan “kapan menikah”. Terutama ketika adik perempuannya sudah menikah dan mempunyai anak. Pertanyaan “kapan menikah” memang sebuah pertanyaan yang seringkali membuat relasi pertemanan atau persaudaraan menjadi renggang atau bahkan pecah. Hal ini jelas sekali tergambar dalam relasi yang terjadi di dalam keluarga Rosita.
Rosita yang merasa resah dengan pertanyaan tersebut memilih untuk tinggal sendiri dan enggan datang ketika diundang dalam acara kumpul-kumpul keluarga, walaupun pada akhirnya ia harus mengalah karena dipaksa oleh ibu nya.
Melalui karakter Rosita, saya belajar tentang arti melambat untuk menuju bahagia. Perempuan yang memilih untuk menunda pernikahan ternyata bukan sebuah kesalahan. Sebab, pernikahan bukan sebuah perlombaan yang siapa cepat maka dia hebat. Tetapi pernikahan adalah siapa yang sudah siap, maka silahkan untuk melakukannya.
Di sisi lain, saya juga setuju dengan pernyataan Rosita di akhir cerita Quatre, ia mengatakan bahwa “yang harus menjadi tujuan utama dalam hidup seseorang adalah kebahagiaan, bukan pernikahan”. Karena jika kebahagiaan menjadi tujuan, maka apapun keputusan dalam hidupnya akan selalu mengupayakan tentang kebahagiaan. Termasuk keputusan untuk menikah.
Sumber Kebahagiaan Orang itu Berbeda-beda, Bukan Hanya Menikah
Selama ini banyak dari kita yang menganggap bahwa setiap orang yang menikah pasti bahagia. Dengan begitu, sesukses atau sekaya apapun seseorang tetapi kalau dia belum menikah, dia akan dianggap bahwa hidupnya tidak sempurna dan tidak bahagia. Padahal seperti kata Rosita sumber kebahagiaan seseorang itu berbeda-beda, tidak bisa diukur dengan standar hidup orang lain.
Mungkin memang benar dengan menikah seseorang bisa menemukan kebahagiaannya, tetapi itu tidak selalu berlaku untuk semua orang. Hal ini bisa kita buktikan dengan melihat realitas bahwa banyak perempuan yang mengalami penderitaan dan kekerasan setelah dia menikah. Tentu penyebabnya sangat beragam.
Oleh sebab itu, saya menduga benang merah dan pesan baik yang ingin disampaikan oleh Ve dalam Novel Quatre ini adalah perempuan bukan manusia kelas dua yang pengalaman, pengetahuan, suara dan impiannya tidak penting untuk didengar dan didukung.
Justru dengan menggambarkan sosok Rosita dalam novel tersebut Ve memberi pelajaran yang penting untuk kita ambil bahwa sebagai perempuan kita harus berani untuk mengatakan bahwa derajat kemanusiaan perempuan tidak lebih rendah dari derajat kemanusiaan laki-laki. Yang dengan begitu setiap perempuan berhak untuk menentukan jalannya sendiri, karena setiap perempuan adalah manusia yang merdeka.
Di sisi lain, perempuan juga seharusnya satu sama lain saling merangkul, mendukung dan bergandengan tangan untuk sama-sama berproses dan bertumbuh. Mungkin sederhananya adalah saling berkolaborasi untuk saling menguatkan, bukan malah saling berkompetisi dengan tujuan untuk saling menjatuhkan.
Kemudian yang terakhir, saya juga ingin mengutip pernyataan KH. Husein Muhammad dalam memaknai do’a sapu jagat yang sering dilafalkan oleh orang-orang muslim dalam setiap do’anya. Begini teksnya;
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. (“Wahai Tuhan kami, anugerahi kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan jauhkan kami dari api neraka”)
KH. Husein Muhammad memaknai kata “kebaikan di dunia dan di akhirat” dalam teks do’a tersebut adalah kesejahteraan dan kebahagiaan. Melalui pemaknaan tersebut semakin meyakinkan saya bahwa memang tujuan terbesar dalam hidup kita adalah tentang bagaimana kita bisa hidup bahagia.
Tentu saja semua orang punya caranya masing-masing untuk menggapai bahagia tersebut. Salah Satunya dengan merayakan dan menikmati kelajangannya.