Self-compassion adalah tentang bagaimana kita memperlakukan diri dengan penuh kasih sayang dan lebih jauh memberikan kasih sayang, perhatian, kebaikan, dan belas kasih diri kepada orang lain.
Self-compassion berarti kita menghormati dan menerima segala sisi kemanusiaan kita. Tidak semua yang kita harapkan dan rencanakan akan terwujud. Kita akan mengalami kegagalan, frustasi, bahkan kehancuran. Namun, perlu kita ingat bahwa manusia pasti mengalami kegagalan karena kita adalah makhluk yang tidak sempurna. Kita hanya harus menerima sisi kemanusiaan itu dan berjuang untuk bangkit kembali.
Berikut adalah beberapa kiat peduli pada diri sendiri:
Perlakukan diri kita seperti kita memperlakukan teman baik kita
Satu ruang yang baik untuk mulai mengasihi diri sendiri adalah dengan memikirkan bagaimana kita akan memperlakukan orang lain atau apapun yang kita sayangi.
Jadi, meskipun kita tidak selalu dapat menghilangkan rasa sakit yang dialami orang lain, setidaknya kita dapat memvalidasi keberadaannya dan memberikan dukungan untuk membantu mereka melewatinya dan terus bertumbuh.
Begitu pun ketika perlakuan tersebut diterapkan kepada kita sendiri. Meskipun saat itu juga kita belum mampu menyembuhkan diri kita sendiri, setidaknya kita mengakui dan menerima bahwa kita sedang tidak baik-baik saja.
Jangan takut ketika kita membuat kesalahan, biarkanlah.
Kita ini manusia. Begitu juga orang lain, mereka juga manusia. Sama-sama melakukan kesalahan. Jadi tidak apa-apa.
Daripada menafsirkan pikiran, perasaan, dan perilaku kita sebagai diri kita sendiri, kita bisa melepaskan diri dari jeratan itu ketika kita mungkin melakukan hal yang sama untuk orang lain.
Begitupun ketika seorang temanmu malas dan tidak menjawab panggilan teleponmu atau tidak membalas chatmu, tidak apa-apa. Jangan terburu-buru menganggapkan jahat dan tidak peduli padamu.
Ijinkan dirimu sendiri, sesekali untuk menjadi lebih manusiawi. Ini adalah salah satu cara untuk menerima kekurangan diri kita, dan mengingatkan diri sendiri bahwa kita tidak sendirian dalam ketika kita menjadi sosok yang tidak sempurna (Abrams, 2017).
Peduli diri kita sendiri sebagaimana kita memperlakukan orang lain
Ini berhubungan erat dengan kiat sebelumnya, ini tentang menjadi sosok yang pengertian dan berempati terhadap diri sendiri.
Jika seorang teman sedang merasa sedih, sakit hati, atau kesal, kita mungkin bisa menepuk punggungnya atau memegang tangannya secara fisik.
Ini sebagai cara memanfaatkan ‘sistem pengasuhan’ kita sendiri untuk melepaskan oksitosin yang memiliki efek kardiovaskular yang menguntungkan (Hamilton, 2010).
Bersamaan dengan bahasa yang lembut dan memaafkan (bahkan menggunakan istilah sayang untuk diri sendiri), gerakan ini dapat menuntun kita untuk merasakan kebaikan diri sendiri meskipun pada awalnya kita enggan.
Cobalah untuk tidak berlebihan dengan istilah-istilah menawan jika terasa terlalu aneh, tentunya!
Cobalah untuk menjadi sosok yang lebih sadar diri
Coba lepaskan saja semua pikiran yang menjadi beban
Melepaskan semua isi pikiran yang membebankan diri kita sendiri, ini terkait erat dengan latihan sederhana dalam memaafkan diri dan berempati pada diri atas sekian penghakiman.
Saat kita mendapati diri kita memikirkan pikiran negatif seperti “Saya orang yang mengerikan karena sedang marah”, cobalah membalikkannya dan ‘melepaskan’ diri kita dari perasaan itu. Sebaliknya, cobalah “Tidak apa-apa jika saya merasa kesal”.
Ingatlah bahwa kita tidak sendiri
Merasa sendiri adalah manusiawi, dan apa pun yang kita alami juga dialami oleh jutaan orang lainnya.
Jika kita dapat mengenali kemanusiaan kita bersama, bahwa tidak satu pun dari kita yang sempurna. Kita dapat mulai merasa lebih terhubung dengan orang lain, dengan perasaan bahwa kita semua berada dalam situasi yang sama.
“Begitu banyak orang percaya bahwa mereka telah ‘rusak dan hancur’ atau ‘mengacau’, padahal sebenarnya kita semua meraba-raba cara kita keluar dari semua itu.
Daniel Bober, asisten profesor klinis di Fakultas Kedokteran Universitas Yale, mengungkapkan:
“Belas kasihan adalah tentang bersikap baik kepada diri sendiri dan menyadari bahwa kondisi manusia tidak sempurna dan bahwa kekurangan dan kemunduran kita harus menghubungkan kita dan tidak memecah belah kita.”
Lepaskan diri dari validasi orang lain
Penulis Dani DiPirro dari Stay Positive: The Positively Present Guide to Life, menyarankan bahwa banyak pemikiran negatif kita berasal dari cara orang lain memandang kita.
Misalnya, jika kita menyalahkan diri sendiri karena makan sesuatu, banyak dari kemarahan yang diarahkan pada diri sendiri itu berasal dari tekanan sosial, seperti tekanan untuk melihat ke arah tertentu atau mempertahankan berat badan tertentu.
Memilih untuk tidak mengikat kebahagiaan kita dengan pengaruh luar, merupakan langkah tapat bagi kebaikan diri kita dengan efek yang jauh lebih besar (Neff, 2011).
Bekerja samalah dengan terapis
Kita tahu bahwa otak kita memiliki kemampuan untuk belajar menyayangi diri sendiri, tetapi menumbuhkan pola pikir atau perilaku baru membutuhkan usaha.
Tidak mudah belajar menyayangi diri sendiri, tetapi seorang terapis menyediakan lingkungan yang aman di mana terapis dapat membantu kita: perhatikan pikiran dan perasaan kita; memiliki perspektif realistis tentang diri kita dan orang lain; dan menunjukkan empati untuk kita.
Pada waktunya, kita akan mulai menginternalisasi keterampilan ini dan mengintegrasikannya ke dalam perspektif hidup kita sendiri.
Menemukan terapis yang membuat kita merasa aman dan didukung adalah kuncinya. Terapis akan membantu kita menembus asap dan cermin keyakinan negatif untuk menemukan jalan kembali ke diri kita yang selama ini mengagumkan.
SUMBER:
Konten ini dibuat oleh Tim Redaksi @perempuanberkisah. Berdasarkan sumber bacaan berikut ini:
https://positivepsychology.com/how-to-practice-self-compassion/