Jalan Terjal Mojang Majalengka: Tetap Bangkit Berkarya di Tengah Bullying dan Sekian Tantangan

Jalan Terjal Mojang Majalengka: Tetap Bangkit Berkarya di Tengah Bullying dan Sekian Tantangan

Kata mereka, dia sok kecantikan padahal hitam dan gendut dan tak layak ikut Duta Kampus dalam Ajang Putri Padjajaran. Kata mereka, dia tak layak menjadi seorang asisten dosen (Asdos), “Sok kepinteran!”. Kata mereka, dia sok cantik! gak cantik ngapain daftar-daftar pemilihan Mojang Majalengka? malu-maluin! Kata mereka, dia kepedean daftar sebagai asissten dosen (Asdos). 

Dia adalah Ana Nur Faizah, perempuan berusia 21 tahun yang kini berhasil menyandang status Mojang Majalengka. Dia juga Asdos dan Duta Kampus hingga berprestasi di ajang kompetisi internasional. Iya, dialah Ana. Di usianya yang terbilang muda, jalan terjal telah dia lalui. Mungkin akan ada jalan yang lebih terjal dari tahun-tahun sebelumnya. Tapi kini dia sosok yang telah selesai dengan dirinya. Dia telah menemukan sosok mana yang perlu dia andalkan. Sosok itu adalah dirinya sendiri, selain Tuhan dan kedua orang tuanya yang tak membutuhkan pembuktian dan pengakuan darinya. 

Minggu ini, 26 April 2020, saya dari Tim Perempuan Berkisah berkesempatan berbagi kisah tentang sekian pencapaian dan pembelajaran penting darinya. Namun, sebelum membaca ini, sediakan tisu ya? atau setidaknya ada air mineral di sampingmu jika kamu tidak puasa.

Puteri Seorang Guru Sederhana dan Kerja Serabutan 

Rasanya sulit dipercaya, di balik pembawaannya yang lembut, dia adalah sosok yang tangguh. Sebagai puteri dari seorang guru honorer sederhaana, Ana, begitu sapaan akrabnya, merasa harus pandai memaknai hidup.

Papa dan Uminya, begitu dia menyapa kedua orang tuanya. Saat dia masih kecil, kedua orang tuanya adalah seorang guru dengan pendapatan senilai 20 ribu rupiah per bulannya. Kata Ana, bahkan untuk membangun rumah mereka pun tak cukup. Keduanya pun mencari pendapatan tambahan usai mengajar. Papanya mulai bantu-bantu jualan genteng dengan menggunakan truk. Sementara Umi-nya, jualan nasi kuning di pagi buta. Mereka juga berjualan ayam kampung di pinggir jalan saat jelang senja. 

Ana bersama kedua orang tanya saat menerima penghargaan sebagai Mojang Majalengka

Kedua orang tuanya juga cukup keras dalam mendidiknya sejak kecil. Meskipun tak seperti orang tua teman-temannya yang setia menemani anak-anaknya saat sekolah di Taman Kanak-kanak (TK), namun dia paham bahwa kedua orang tuanya memang sedang berjuang untuk jiwa lainnya. Mereka bukan orang tua egois yang tak memahami psikologi anaknya. Karena bahkan mereka pun tak sempat memikirkan dirinya. 

“Dulu aku sempat takut pada sosok papa yang keras dan disiplin. Ketika aku telat melakukan sesuatu, beliau akan segera langsung membawa sapu. Misalnya seperti ketika telat solat subuh,” ungkapnya pelahan. 

Laiknya anak-anak pada umumnya, Ana pun sempat berandai-andai dan menangisi nasibnya. Dia berharap dilahirkan dari keluarga kaya seperti yang dia tonton di televisi (Tv). Membayangkan dirinya seperti kisah boneka Barbie dan semua keinginannya dituruti. 

“Iya, ada satu masa di mana aku membayangkan diriku seperti Barbie. Aku melakukannya sambil menangis dan ketiduran di kolong ranjang tempat tidurku. Ketika bangun, aku baru sadar sudah di berada di atas ranjang. Siapa lagi kalau bukan Papa yang memindahkanku. Di balik sosoknya yang keras dan tegas, beliau adalah sosok yang lembut dan penuh pengorbanan bagi keluarganya,” ujar Ana. 

Ana paham mengapa kedua orang tuanya sangat bekerja keras. Semua itu bukan semata untuk mengubah nasib mereka, namun keduanya juga memiliki cita-cita untuk pergi haji ke tanah suci. Mereka harus menabung dari awal lagi, yaitu sejak uang tabungan mereka dibawa kabur oleh suami dari salah satu teman Papa. Kedua orang tuanya telah menempanya hingga dia terus berprestasi mulai dari Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). 

Korban Bullying di Dunia Nyata dan Maya

Menjadi korban bulliying bukan hal baru bagi Ana. Sejak masa SD hingga SMA pernah dialaminya. Bullying adalah tindakan di mana satu orang atau lebih mencoba untuk menyakiti atau mengontrol orang lain dengan cara kekerasan. Ada banyak jenis bullying. Bisa menyakiti dalam bentuk fisik, seperti memukul, mendorong, dan sebagainya. Dalam bentuk verbal adalah menghina, membentak, dan menggunakan kata-kata kasar.

Meskipun Ana berprestasi, namun ada tantangan lain ketika dia bersosialisasi sesama teman perempuan. Mereka pada umumnya tergabung dalam geng-geng khusus perempuan. Ana merasa mereka tidak menyukainya dan sering mengadu domba terhadap sesama perempuan. 

“Salah satu di antara mereka pernah memfitnahku hingga aku menangis. Sejak itu aku lebih memilih bersahabat dengan teman laki-laki, yang hingga kini aku mulai bersahabat dengan mereka. Pernah satu kejadian aku dikerjain teman perempuanku hingga dirujuk ke rumah sakit (RS) dengan ambulan. Di situ aku melihat Papa marah dan menangis. Kejadian itu tepat setelah aku baru saja kecelakaan di tangga sekolah. Sejak itu aku sadar, segalak-galaknya Papa, akan lebih galak lagi pada orang yang menyakitiku,” papar Ana. 

Hingga memasuki kehidupan kampus, Ana pun tak lepas dari perlakuan bullying dan body shaming teman-temannya. Bagi Ana, bukan sesuatu yang mudah menyesuaikan diri dengan kehidupan kampus di kota besar. Apalagi dia datang dari desa dengan keluarga pas-pasan. Ana mengaku sulit bergaul, apalagi dengan teman-temannya yang terbiasa pergi ke mall. 

“Di semester awal aku sibuk berorganisasi hingga tak sempat memerhatikan  penampilanku. Teman-teman sering menyebutku hitam dan gendut. Menurut mereka, penampilanku juga menjadi penyebab pacarku memutuskanku dan berhianat dengan perempuan lain. Katanya, tampilanku kebanting perempuan selingkuhan pacarku. Akhirnya, aku benar-benar ngurangin makan dan selalu olahraga,” papar Ana. 

Upaya Ana untuk menurunkan berat badannya (BB) akhirnya berhasil. Tahun 2017, BB-nya turun sepuluh, sayangnya dia tetap tidak berhasil membungkam cibiran teman-temannya. Ana bahkan dibuli karena dia tidak memakai bedak, eye shadow, dan beragam perangkat make up lainnya. 

“Bahkan di satu waktu, wajahku dimasukkan dalam sebuah fake account dan dijadikan bahan bullying. Di akun itu, wajahku dikata-katain macam-macam dan itu sangat menyakitkan,” ungkanya.  

Tapi kini Ana sadar bahwa dirinya memang tak mampu mengontrol bagaimana orang lain berpikir, berkata dan bertindak kepadanya. Namun, setidaknya dia mampu mengotrol dirinya untuk tidak mudah merasa tertekan dan terpengaruh sikap mereka. 

Hingga suatu hari tanpa diketahui Ana, seorang teman dekatnya tiba-tiba mendaftarkannya dalam Ajang Puteri Padjajaran. Proses saat dia mengikuti ajang duta kampus ini, pun tak lepas dari cibiran teman-temannya. Tak jarang, temannya mencibir bahwa dia sok kecantikan, malu-maluin kampus, dan sebagainya. 

Sempat Terpuruk, namun bangkit Lagi

Seperti remaja pada umumnya, Ana juga pernah menjalin hubungan spesial dengan seorang lelaki atau biasa kita sebut pacar. Ana merasa ketika dia telah menyayangi seseorang, maka dia akan setia sepenuh hati dan sangat menyayanginya. Bahkan ketika dia menyadari bahwa pacarnya berhianat dan melakukan kekerasan verbal dan emosional padanya. 

Ana tak menyadari bahwa dirinya berada dalam hubungan beracun (toxic). Istilah toxic relationship merujuk pada sebuah hubungan yang ditandai dengan perilaku-perilaku ‘beracun’ yang merusak fisik maupun emosional diri sendiri maupun pasangan.

Ada satu kejadian yang menurut Ana masih kuat dalam ingatannya, yaitu detik-detik ketika dia merasa benar-benar sadar dan harus melepaskan pacarnya bersama perempuan lain.  Sejak itu, Ana berubah menjadi sosok yang insecure dan menyalahkan dirinya sendiri. 

Beragam Kegiatan Kampus Mulai Menyembuhkan Luka Batin

Ana bersyukur bahwa sejak awal masa perkuliahan, dia sudah aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Kegiatan di BEM bersama teman-teman sesama aktivis membuatnya pelahan melupakan perlakuan teman-teman yang membulinya, juga sekian perlakuakn mantan pacarnya. 

Di luar kegiatan perkuliahan dan BEM, Ana juga berjualan produk jajanan punya ibu kosnya. Dia membantu ibu kosnya menjual donat, gorengan, nasi kuning dan beragam jajanan lainnya. 

“Semua kulakukan untuk tambahan tabungan dan uang jajanku. Jadi sejak awal semester, aku sudah jualan di kampus. Aku jualan donat, risol, keripik dan gorengan lain buatan ibu kos. Ada satu momen di mana aku sampai nangis, yaitu ketika bawa satu kardus dan satu keresek (plastik) besar berisi nasi kuning ke kampus. Saat itu bungkusan nasi kuning hanya diikat tali rapia, namun di jalan aku tanpa sadar talinya putus. Saat melewati polisi tidur, motorku oleng dan semua bawaan jualanku jatuh. Saat itu aku sedih dan malu banget, meni gini gini teuing nasib. Untung saat itu masih agak sepi di jalanan. Aku pun memunguti bungkus nasinya dan kubuang ke tong sampah,” paparnya. 

Setelah peristiwa jajanan yang jatuh dari motor, Ana mengaku hanya bisa menangis di toilet kampus. Kendati jualannya semua terbuang percuma, namun Ana tetap membayar setoran ke ibu kosnya secara penuh. 

“Aku tetap membayar semua nasi yang sudah kujatuhkan karena kasihan sama ibu kos. Ketika jualanku gak laku, aku akan jual ke anak-anak di kos, itu pun aku harus membaca situasi di sana dan mengabarkan di grup. Kadang saat itu aku merasa sedih tapi cukup kuat melakukannya, semua kesibukan ini akhirnya pelahan menyembuhkanku dari luka batin lainnya.”

Menjadi Asisten Dosen (Asdos)

Kini Ana masih sebagai Asdos di jurusannya, khusus untuk mata kuliah akuntansi. Proses menjadi Asdos pun baginya tak mudah dilalui. Bukan hanya soal prosedur pendaftaran, namun juga sekian cibiran dari teman-temannya di kampus. Belum lagi, saat semua persyarakat sudah terkumpul, ternyata dia mengalami kecelakaan dan semua dokumen jatuh, kotor dan basah terkena air hujan. Ana bahkan sampai harus diakupuntur. 

“Awalnya saat aku mendaftar, banyak yang mencibir begini, “emang pintar ya? kok berani daftar Asdos akuntansi yang paling susah matkulnya?”. Mereka juga terus membandingkan aku dengan pendaftar lainnya. Saat itu juga sedang seleksi Puteri Padjajaran Tingkat Kampus. Saat aku memberanikan diri mendaftar, orang-orang masih menggunjing di belakangku. Mereka megnatakan bahwa aku “sok cantik”, “gak cantik ngapain daftar?”, “malu-maluin!” “kepedean daftar sebagai asdos sama daftar duta kampus”, dan lain sebagainya,” ungkapnya. 

Sampai di titik ketika dia benar-benar lelah usai praktikum yang full di hari yang sama. Kebetulan Ana saat itu menjadi Kepala Keuangan BEM. Ana pun pulang ke rumah dan minta maaf ke Umi jika dia nanti gagal menjadi Asdos. 

“Umi hanya bilang, yang penting sudah usaha. Akhirnya di akhir semua seleksi, aku diterima sebagai Asdos.  Yang bener-bener gak aku sangka adalah aku menjadi Runner Up. ke-1 Putri Padjajaran. Aku merasa saat itu benar-benar disayang banget sama Allah.”

Menghadapi Kista

Tidak lama seetlah itu Ana mulai pacaran lagi. Meskipun demikian, dia tetap mengerjakan tugas-tugasnya sebagai mahasiswi dan Asdos. Ana merasa telah aktif di BEM, bahkan sebelum dia memiliki pacar. Sayangnya, ketika Ana mendapatkan tawaran untuk menjadi Ketua BEM, pacarnya tidak menyetujuinya. 

Pertengahan Desember 2018, Ana mulai sering merasa sakit kepala lalu diperiksalah ke Rumah Sakit (RS) untuk melakukan CT Scan. Mengejutkan, ternyata Ana menderita kista di kepalanya dan sudah membesar. Akhirnya dia harus dioperasi. Kalau tidak, maka akan merusak jaringan lain di kepalanya. Rekomendasi dokter harus dibawa ke luar negeri, karena di Indonesia belum ada yang mampu menangani. 

“Saat itu aku hanya bisa memeluk Umi dan Papa. Pilihannya akhirnya aku mencoba pengobatan herbal. Dalam sehari aku bisa minum sampai 105 butir kapsul obat herbal. Semuanya habis sampai 10 jutaan rupiah,” tukas Ana.  

Di saat Ana tengah berjuang dengan penyakitnya, dia diputuskan pacarnya. Namun Ana mengaku belum siap menerima kenyataan itu. Sehingga, Ana masih mencoba mencari dan menghubungi pacarnya namun akhirnya tetap sia-sia. Sejak itu Ana semakin sadar bahwa hanya kedua orang tua kita yang tulus. Pengorbanan orang tua yang bela mati matian usahain anaknya sembuh. 

“Di tengah menghadapi sakitku, aku tidak menyangka ada momen di mana semua temanku di pimpinan kabupaten (Pimkab) Nangor datang membantuku. Mereka juga yang bantu aku sewa Grab dan pada bawa motor ke RS pertama penuh. Lalu ke RS kedua dan aku langsung masuk ke Unit Gawat Darurat (UGD). Aku terharu melihat teman-temanku makan sahur di RS, padahal besoknya harus pada masuk kelas dan itu jauh dari Nangor,” ungkap Ana.

Tidak lama kemudian ada kabar dari rumah sakit bahwa dia sudah bisa pulang ke rumah, karena kistanya sudah tidak ada. 

“Atas ijin Allah dan pengaruh obat herbal yang secara disiplin aku minum. Sekian peristiwa di organisasi, kesehatan hingga masalah kesehatan yang menimpaku, benar-benar membuatku semakin sadar untuk lebih banyak bersyukur dan mendekatkan diri kepada Allah.”

Kekuatan dan Dukungan dari Komunitas Perempuan Berkisah 

Sejak sembuh dari sakitnya dan lepas dari hubungan toxic, Ana pun lebih banyak menghabiskan waktu bersama sahabat-sahabatnya. Hingga akhirnya dia mengikuti acara “Meet Up Komunitas Perempuan Berkisah”, sebuah komunitas yang baru dikenalnya melalui instagram @perempuanberkisah. 

“Bersama para perempuan di Komunitas Perempuan Berkisah ini, aku dan seorang sahabatku merasakan sekali bagaimana kami sesama perempuan dapat saling menguatkan. Kami saling mendukung dan menguatkan. Aku juga belajar menjadi sosok yang tangguh dan tidak mudah baper (bawa perasaan). Aku juga belajar bagaimana mengukur diri, menyayangi diri sendiri, dan tegas pada diri sendiri (set boundaries). Aku juga belajar untuk lebih berpandangan luas,” ungkap Ana.

Ana berjanji tidak akan meninggalkan dirinya sendiri. Ana juga mengaku mulai mampu mengidentifikasi dan memetakan apa yang ia butuhkan, dan mengapresiasi setiap upayanya melakukan sesuatu. 

Menantang Diri Berkarya di Daerah hingga Internasional 

Ketika Ana merasa telah mampu menyayangi dan mengapresiasi dirinya sendiri. Tidak lama kemudian Ana mengikuti sebuah kompetisi di Korea dan bertemu dengan orang-orang yang maju ke depan. Padahal Ana mengaku bahwa dirinya pernah ragu dan mengubur mimpinya untuk S2 dan S3 ke luar negeri. Tapi kini dia semakin optimistis megnhabiskan waktunya untuk hal bermanfaat, termasuk cita-citanya sebagai Menteri Keuangan. 

“Keinginan untuk menikah setelah lulus kuliah pun mulai luruh, mimpiku lebih besar dari itu. Masih banyak impian menyelesaikan banyak hal. Ke Korea bukan hal pertama bagiku, tahun 2017 aku juga sempat mengikuti kompetisi di Korea. Namun situasinya berbeda, dulu aku masih merasa gak enakan dan tidak percaya diri. Di tahun 2019, aku mulai nyaman dengan apa yang sudah kuperjuangkan. Aku sudah mulai percaya diri dan merasa bahwa aku mampu melalui semua itu,” paparnya. 

Setelah dari Korea, Ana memberanikan diri untuk mengikuti Ajang Pemilihan Mojang Majalengka, di kabupaten tempat aku dilahirkan. Ana merasa perlu memberikan sesuatu untuk tanah kelahirannya. Saat itu, perjalanan menuju Mojang Majalengka juga tidak mudah. 

“Perjalannya juga cukup sulit, padatnya jadwal ngajar, skripsi, kuliah dan organisasi ngebuat karantina tiap sabtu minggu ngebuat aku harus berangkat dari Jatinangor pukul 10-11 malam ke rumah, yang bisa tiba pukul 1 pagi naik motor bahkan beberapa kali sendiri. Di mana dipaginya aku sudah harus karantina dan berkompetisi. Alhamdulillah, ternyata lagi lagi ga disangka aku terlilih jadi juara 1 dan selang satu minggu setelah itu aku dan tim memenangi juara 1 kompetisi paper international accounting, ini juga sangat gak disangka banget,” ungkap Ana. 

Usai melalui masa tegang karantina, drama skripsi. Kini, Ana mengaku sedang berusaha LoA dan beasiswa S2. LoA adalah singkatan dari Letter of Acceptance atau bisa disebut dengan Letter of Offer, yaitu surat resmi dari universitas yang menunjukkan bahwa kamu sebagai pendaftar telah secara resmi diterima di universitas tempat kamu mendaftar. 

Catatan terahir dariku untuk Ana, semoga semuanya dimudahkan. Saya merasa beruntung berkesempatan menuliskan kisahmu. Setiap momen dalam kisahmu rasanya tak henti membuat bulu kudukku berdiri, bahkan tanpa sadar membuat air mata ini keluar dengan sendirinya. Ana, kamu memang anak mudah yang tepat dan pantas dijadikan role model. Tantangan anak muda khas milenial hampir semua melekat padamu, namun kamu mampu tetap tumbuh, bangkit, berprestasi dan terus berkarya.